Integrasi antara platform media sosial TikTok dan platform e-commerce Tokopedia telah menimbulkan polemik terkait pelanggaran aturan terkait keterhubungan fitur media sosial dengan kegiatan jual-beli dalam satu aplikasi.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31/2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik, mengatur larangan terhadap keterhubungan atau interkoneksi antara platform media sosial dan kegiatan e-commerce dalam satu aplikasi.
Meskipun begitu, Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda mengklaim bahwa Tokopedia dan TikTok tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan. Menurutnya, keduanya telah memiliki lisensi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Huda menyatakan bahwa di masa depan, akan semakin banyak aplikasi sosial media yang mengalami perubahan dan menggabungkan berbagai fitur atau bersifat hybrid. Namun, ia juga menekankan perlunya fleksibilitas dalam regulasi untuk mengantisipasi perkembangan tersebut.
Heru Sutadi, Executive Director dari Indonesia ICT Institute, juga menegaskan bahwa banyak platform e-commerce yang memiliki fitur serupa dengan sosial media. Namun, ia menekankan pentingnya memperhatikan keamanan data pengguna dalam mengevaluasi kepatuhan platform terhadap peraturan yang ada.
Sementara itu, Ombudsman Republik Indonesia mencatat potensi praktik maladministrasi dalam pembiaran dugaan ketidakpatuhan TikTok Shop terhadap aturan keterhubungan media sosial dan e-commerce. Anggota Ombudsman RI, Dadan Suparjo, menyatakan bahwa pengabaian terhadap kewajiban hukum merupakan potensi maladministrasi yang serius.
Pemerintah dan pihak swasta, seperti TikTok, diminta untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku demi menjaga integritas dan keamanan dalam ekosistem digital. Meskipun demikian, upaya integrasi antara platform-platform tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor UMKM dalam ranah digital dan kontribusi positif terhadap ekonomi nasional.
