SIM hanya bisa diperoleh melalui pihak kepolisian sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 (1) UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan. Pasal tersebut menegaskan bahwa setiap pengemudi kendaraan bermotor di wilayah harus memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).
Meskipun demikian, terdapat permasalahan di lapangan terkait peredaran SIM palsu yang masih marak. Beberapa individu sengaja mencari SIM palsu dengan berbagai alasan tertentu.
Sebagai pengendara, disarankan untuk mendapatkan SIM melalui jalur resmi dan mengetahui cara membedakan antara SIM asli dan palsu. Salah satu cara adalah dengan melakukan pengecekan nomor SIM menggunakan aplikasi Digital Korlantas Polri. Jika nomor tersebut terdaftar dalam database, maka dapat dipastikan bahwa SIM tersebut asli.
Selain itu, perbedaan antara SIM asli dan palsu dapat dikenali melalui lambang hologram Polri. SIM asli biasanya berkilau, berwarna pelangi, dan memantulkan cahaya, sementara SIM palsu cenderung redup dan tidak memantulkan cahaya. Perhatian juga perlu diberikan pada latar belakang pas foto, di mana SIM palsu biasanya tidak memiliki lambang Polri atau jika ada, tulisannya kurang jelas dan tajam.
Penting untuk diingat bahwa memiliki SIM palsu dapat berakibat pada sanksi pidana. Pasal 263 KUHP lama mengatur ancaman hukuman penjara selama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp2 miliar bagi pemilik SIM palsu. Sanksi ini diharapkan dapat mengurangi praktik calo SIM dan meredam niat pemohon yang ingin memperoleh SIM dengan cara tidak sah.