“Eks Koruptor Jadi Pimpinan KPK”, Satire Febri Diansyah Gegerkan Warganet

Ide KPK terkait melibatkan mantan narapidana kasus korupsi atau eks koruptor dalam edukasi antikorupsi ke publik menuai berbagai kontroversi. Febri Diansyah, mantan juru bicara KPK turut menyumbang ide.

“Ke depan perlu terobosan lebih berani. Bukan hanya menjadikan eks napi koruptor sebagai penyuluh antikorupsi, tapi menjadikan mereka Pimpinan KPK. Siapa kandidatmu?” ungkap Febri melalui cuitannya di akun resmi Twitter @febridiansyah, pada Selasa (24/8/2021).

Pernyataan tersebut meliputi satu dari sekian banyak satire yang disampaikan Febri dalam memberantas korupsi di negeri ini.

Cuitan Febri berhasil memantik warganet untuk turut serta menyuarakan pendapat. Menilik salah satu warganet yang membalas cuitan Febri, terdapat usulan, Juliari menjadi Ketua KPK.

“Juliari cocok jadi Ketua KPK, hebat dia kejahatan luar biasa cuma divonis 12 tahun banding nanti menang vonis 2 tahun, terus dihina oleh 200 juta rakyat akhirnya bebas,” ungkap salah satu warganet.

Tokoh Julliari yang dimaksudkan ialah Juliari P Batubara, Mantan Menteri Sosial yang baru divonis Senin, 23 Agustus 2021 atas pusaran skandal suap terkait pengadaan bansos untuk penanganan pandemi Covid-19. Juliari divonis hukuman 12 tahun penjara.

Namun, diketahui ada salah satu pertimbangan majelis hakim dalam meringankan hukuman Juliari dan berhasil membuat warganet geger. Majelis hakim mempertimbangkan beban cacian dan makian masyarakat padahal secara hukum, terdakawa belum tentu bersalah.

Selain itu, warganet juga menyebutkan sejumlah nama-nama koruptor kelas kakap yang pernah ditangani KPK, seperti Setya Novanto, Anas Urbaningrum, Luthfi Hasan Ishaaq, Suryadharma Ali, Harun Masiku, dan sebagainya.

Lantas apakah maksud pelibtan eks koruptor?

Deputi Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Wawan Wardiana menyebutkan, tim KPK sudah mendatangi dua lembaga permasyarakatan atau lapas di mana para koruptor berada, Lapas Sukamiskin dan Lapas Tangerang. KPK menyebut, momen tersebut digunakan sebagai ajang seleksi bagi para napi koruptor tersebut.

“Sudah dua kali kami laksanakan, yang pertama di (Lapas) Sukamiskin Bandung, yang kedua di Tangerang, lapas perempuan. Di Sukamiskin Itu ada 28 peserta, karena kami didampingi oleh pakar psikologi waktu itu,” ungkap Wawan.

“Dari 28 (napi koruptor di lapas Sukamiskin), melalui beberapa tes, hanya empat orang yang memungkinkan, karena ada juga yang saya pengin tapi setelah diuji oleh psikolog tidak memungkinkan, jadi hanya 4 orang. Kemudian di Lapas Tangerang dari 22 orang hanya 3 orang yang memungkinkan untuk memberikan testimoni ini,” imbuhnya.

You might also like
Tags: , ,

More Similar Posts

Menu