Google di Ambang Kehancuran, Mengulang Sejarah Microsoft 1999. Google kini menghadapi ancaman besar yang mengingatkan pada kasus serupa yang menimpa Microsoft pada tahun 1999. Pengadilan baru-baru ini menyatakan bahwa Google bersalah karena memonopoli internet melalui mesin pencari yang secara default terpasang di browser dan perangkat seluler di seluruh dunia.
Kasus anti-monopoli ini sangat mirip dengan yang dialami Microsoft pada tahun 1999, ketika hakim federal memutuskan bahwa raksasa perangkat lunak tersebut secara ilegal menggunakan dominasi sistem operasi Windows untuk mengalahkan browser saingannya, Netscape Navigator. Microsoft akhirnya dipaksa untuk menghentikan praktik-praktik yang merugikan pesaing pada tahun 2001.
Kasus Google yang digugat oleh pemerintah pada tahun 2020 menuduh bahwa perusahaan ini telah membangun ‘tembok besar’ untuk menghalangi persaingan dalam industri pencarian internet. Tujuannya adalah untuk mempertahankan posisinya sebagai penguasa internet.
Hakim Amit Mehta dalam putusan setebal 300 halaman yang dikutip oleh CNBC International pada Kamis (8/8/2024), mengatakan bahwa kesamaan antara kasus Google dan Microsoft terletak pada “kekuatan layanan default”. Google diketahui menghabiskan miliaran dolar AS setiap tahun untuk mempertahankan posisinya sebagai mesin pencari default di perangkat Apple iPhone dan Samsung.
Mehta menambahkan, meskipun pengguna dapat mengakses mesin pencari lain melalui cara non-default, jarang ada yang melakukannya.
Sidang lanjutan akan digelar pada 4 September mendatang untuk menentukan upaya perbaikan yang harus dilakukan Google serta besaran penalti yang akan dikenakan. Google kemungkinan akan mengajukan banding, proses yang diperkirakan bisa memakan waktu hingga dua tahun, mengingat Microsoft juga mengajukan banding sebelum akhirnya menyelesaikan perkara dengan Departemen Kehakiman (DOJ) pada tahun 2001.
Profesor hukum di Cardozo Law School, Sam Weinstein, menyebut bahwa pemerintah secara eksplisit menyatakan bahwa kasus Google ini didasarkan pada kasus Microsoft. Dalam kasus Microsoft, hakim menemukan bahwa perusahaan tersebut memaksa pembuat PC untuk menyertakan browser Internet Explorer di Windows dan mengancam akan menghukum mereka jika menginstal atau mempromosikan Navigator.
Microsoft akhirnya diharuskan memberikan akses antarmuka pemrograman yang sama kepada perusahaan perangkat lunak dan perangkat keras, sama seperti yang digunakan Microsoft untuk menjalankan Windows.
Nicholas Economides, profesor ekonomi di Stern School of Business, Universitas New York, mengatakan bahwa kemiripan antara kasus Google dan Microsoft sangat jelas. “Reaksi pertama saya adalah bahwa Google tampaknya kalah dalam kasus ini,” katanya. “Pukulan besar ini mengingatkan saya pada kemenangan DOJ atas Microsoft.”
Masa Depan Google
Beberapa pakar hukum memperkirakan bahwa Google mungkin dipaksa untuk membatalkan seluruh kesepakatan eksklusifnya, membuat akses ke mesin pencari lain menjadi lebih mudah. Penalti finansial juga tampaknya tak terelakkan. Risiko terbesar adalah Google mungkin harus mengubah model bisnisnya untuk tetap dapat menghasilkan keuntungan.
Jika Google tidak lagi menjadi layanan default di browser dan smartphone, perusahaan ini mungkin akan kehilangan sumber pendapatan terbesarnya. Pada kuartal kedua 2024, Google Search dan layanan lainnya menyumbang 57% dari total pendapatan Alphabet.
Dalam bandingnya, Google kemungkinan akan menghadirkan bukti baru bahwa kecerdasan buatan (AI) memiliki peran besar dalam persaingan pasar, sebuah dinamika yang tidak ada saat DOJ mengajukan gugatan pertamanya. Munculnya AI, seperti ChatGPT dari OpenAI, menantang dominasi Google dalam pencarian umum dan bisa membantu perusahaan tersebut dalam memenangkan kasus ini.
Mantan chief technologist untuk FTC yang kini menjabat kepala kebijakan AI untuk Abundance Institute, Neli Chilson, mengatakan bahwa persaingan yang meningkat berkat AI bisa menjadi keuntungan bagi Google.
Namun, menurut Chilson, “pencarian penyedia vertikal” seperti Amazon dan layanan AI seperti ChatGPT “mengancam untuk mengubah seluruh model bisnis iklan pencarian umum Google.”