Kampung Mati Cepoko Semarang

Permukiman Cepoko di Semarang yang dulunya ramai pada akhir pekan kini dikenal sebagai “Kampung Mati.” Namun, bukan karena alasan supranatural, melainkan karena faktor keamanan. Pemukiman ini terdiri dari 12 rumah yang pada awalnya dibangun pada tahun 1980-an oleh pemilik berada, sebagian besar bukan warga Cepoko. Rumah-rumah ini awalnya digunakan sebagai tempat tinggal sementara dan hanya dihuni pada akhir pekan, seperti villa.

Informasi dari Lurah Cepoko, Dwi Setyo Febrianto, mengungkapkan bahwa rumah-rumah ini tidak digunakan sehari-hari, dan karena sepi, sering terjadi pencurian. Fasilitas di rumah-rumah ini, seperti lemari, kasur, dan mobil, telah dilengkapi oleh pemiliknya. Kehilangan barang-barang ini akibat pencurian membuat pemilik memutuskan untuk tidak lagi menggunakan rumah-rumah tersebut, sehingga mereka kini dibiarkan kosong.

Meskipun beberapa orang mengaitkan pemukiman ini dengan cerita horor dan hal-hal mistis, pemilik rumah membantah adanya gangguan makhluk halus di sana. Saat ini, kondisi permukiman tersebut sangat terbengkalai, dengan rumah-rumah yang sudah rusak berat dan tumbuhan yang tumbuh di sekitarnya. Sebagian dari rumah-rumah tersebut telah dibeli oleh pengusaha, dengan salah satunya difungsikan sebagai gudang LPG.

Lurah Cepoko juga menegaskan bahwa pemukiman ini sebenarnya masih masuk dalam wilayah RT 4 RW 1 Kelurahan Cepoko, bukan sebuah kampung terpisah. Ia juga merasa heran dengan penamaan “Kampung Mati” di Google Maps, yang menurutnya hanya berasal dari orang iseng.

You might also like
Tags:

More Similar Posts

Menu