Perayaan Natal di Riau Dipenuhi Kontroversi, Apakah Ini Masalah yang Terus Berulang?
Perayaan Natal tahun ini di Riau menjadi sorotan setelah kepala Desa Merbau di Kabupaten Pelalawan melarang ibadah dan perayaan bagi umat Kristiani. Meskipun melalui proses mediasi, isu ini masih mencuatkan pertanyaan tentang akar masalah terkait izin tempat ibadah di Desa Merbau yang harus diselesaikan di masa depan.
Kejadian larangan perayaan Natal di tingkat lokal bukan yang pertama kali terjadi, dan banyak pihak menyoroti kebijakan kontroversial terkait perizinan rumah ibadah, mendorong pemerintah untuk lebih aktif mempromosikan toleransi di masyarakat.
Bupati Pelalawan, Zukri Misran, menyatakan bahwa polemik surat edaran larangan perayaan Natal sudah selesai setelah adanya kesepakatan di kantor Polres Pelalawan. Meskipun demikian, dia mengakui bahwa persoalan ini muncul kembali, kemungkinan karena adanya miskomunikasi.
Kesepakatan tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan warga, gereja, pemerintah daerah, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), kepolisian, kementerian agama, dan kementerian dalam negeri. Hasil kesepakatan mencakup pelaksanaan ibadah dan perayaan Natal, menjaga kondusivitas, dan rencana untuk merumuskan regulasi lebih lanjut terkait tempat berdoa dan beribadah.
Bupati Zukri menyebut bahwa polemik ini bermula dari penolakan pembangunan gereja di Desa Merbau sejak tahun lalu, yang telah diselesaikan melalui mediasi. Namun, untuk mencegah kejadian serupa di masa depan, dialog lanjutan dan fasilitasi instansi terkait akan dilakukan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru mencatat bahwa ini bukan kasus intoleransi pertama di Riau, dengan beberapa kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan yang melibatkan pengrusakan gereja, penolakan izin pendirian gereja, dan larangan beribadah mingguan. Direktur LBH Pekanbaru, Andi Wijaya, menyoroti bahwa regulasi terkait perizinan rumah ibadah menjadi dasar permasalahan yang memicu konflik horizontal.
Isu-isu serupa terkait perizinan rumah ibadah dan larangan perayaan Natal telah muncul di tahun-tahun sebelumnya di berbagai daerah di Indonesia. Menurut peneliti dari SETARA Institute, Ismail Hasani, perlu adanya kebijakan besar dari pemerintah untuk mempromosikan toleransi hingga tingkat bawah masyarakat. Dia juga menyoroti adanya sikap konservatif di tengah masyarakat yang menyulitkan penerimaan terhadap perbedaan, dan menekankan bahwa promosi toleransi adalah tanggung jawab bersama.
BBC telah mencoba menghubungi Kementerian Agama untuk mendapatkan tanggapan, namun belum mendapat respons. Di tengah peringatan Natal 2023, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menekankan pentingnya Damai Sejahtera, bukan hanya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga antara sesama umat manusia dan dengan alam semesta.