Menurunnya Populasi di China, Kaum Muda Enggan Memiliki Anak
Populasi di China mengalami penurunan signifikan sebanyak 2 juta orang pada tahun 2023, demikian dilaporkan oleh Reuters. Penurunan ini sejalan dengan tren menurunnya angka kelahiran yang telah berlangsung selama tujuh tahun berturut-turut.
Pada tahun 2022, penurunan populasi hanya mencapai 850.000 orang, yang menjadi penurunan pertama sejak 1961 selama periode Kelaparan Besar di era Mao Zedong. Angka kelahiran baru turun sebanyak 5,7% menjadi 9,02 juta, mencapai rekor terendah dengan hanya 6,39 kelahiran per 1.000 orang, dibandingkan dengan angka 6,77 kelahiran pada tahun 2022.
Penurunan drastis dalam angka kelahiran di China dapat ditelusuri kembali kebijakan satu anak yang diterapkan dari tahun 1980 hingga 2015 dan pesatnya urbanisasi selama periode tersebut. Mirip dengan pengalaman Jepang dan Korea Selatan, di mana banyak penduduk beralih dari pertanian di pedesaan ke kota-kota, membuat biaya memiliki anak menjadi lebih mahal.
Banyak warga China juga diketahui menunda pernikahan, sedangkan yang sudah menikah memilih untuk tidak memiliki anak karena beban biaya pendidikan yang tinggi. Meskipun pemerintah China memberikan insentif dan melonggarkan kebijakan satu anak dalam beberapa tahun terakhir, jumlah perempuan yang melahirkan tetap menurun.
Presiden Xi Jinping menekankan perlunya upaya untuk membujuk kaum muda tentang pentingnya pernikahan, peran sebagai orang tua, serta mendorong kebijakan yang mendukung peran orang tua. Meskipun sekarang pemerintah mengizinkan hingga tiga anak bagi setiap keluarga, tren penurunan populasi masih terus berlanjut.
Selain penurunan kelahiran, jumlah kematian di China juga meningkat drastis, mencapai 690.000 orang menjadi 11,1 juta kasus, lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Para ahli demografi menunjukkan bahwa peningkatan kematian ini disebabkan oleh penuaan populasi dan dampak wabah COVID-19 sejak Desember 2022.
Meskipun China sebelumnya menjadi negara dengan populasi terpadat di dunia, kini, berdasarkan prediksi PBB, China menempati posisi kedua setelah India. Ahli demografi, Zuo Xuejin, mengkhawatirkan bahwa penurunan populasi China akan terus berlanjut dalam beberapa dekade ke depan, bahkan jika tingkat kelahiran kembali meningkat. Ia memprediksi bahwa proporsi penduduk berusia 65 tahun ke atas dapat meningkat dua kali lipat pada tahun 2050, sementara jumlah kelahiran terus menurun, mencapai kurang dari setengah jumlah bayi yang lahir pada tahun 2016.