Gaza Hancur, Siapa yang Mendanai Pembangunannya Kembali?
Paska-kekerasan yang terus berlanjut di Gaza, pembicaraan mengenai rekonstruksi telah dimulai, dan perhatian tertuju pada pertanyaan krusial: siapa yang akan membiayai pembangunan kembali daerah tersebut? Meskipun pertempuran dan kehancuran masih berlangsung, perdebatan seputar uang sudah muncul.
Diperkirakan biaya untuk memulihkan kerusakan akibat pemboman Israel di Gaza mencapai 46,4 miliar euro atau lebih dari 780 triliun rupiah. Meskipun jumlah korban jiwa belum dapat dihitung dengan pasti, fokus kini beralih pada sumber pendanaan untuk membangun kembali wilayah tersebut.
Pekan ini, pemimpin Israel, Benjamin Netanyahu, mengungkapkan kepada Komite Urusan Luar Negeri dan Pertahanan bahwa Arab Saudi dan UEA bersedia membayar biaya rekonstruksi Gaza, meskipun belum ada rencana konkret tentang siapa yang akan memerintah Gaza setelah kehancuran Hamas.
Beberapa pihak juga menyebut kemungkinan dukungan dari negara-negara Eropa, terutama Jerman, yang telah lama menjadi donor bantuan kemanusiaan untuk wilayah-wilayah Palestina.
Amerika Serikat, sebagai salah satu donor terbesar, kemungkinan besar juga akan diminta untuk mendukung rekonstruksi. Namun, di dalam negeri, ada ketidaksetujuan terkait penggunaan uang pajak untuk membangun infrastruktur yang mungkin akan terkena serangan lagi.
Sebaliknya, ada pertanyaan apakah Israel sendiri akan membayar biaya rekonstruksi sebagai tanggung jawab atas kerusakan yang mereka sebabkan. Pada 2010, Israel setuju memberikan kompensasi sebesar 10,5 juta dolar AS kepada UNRWA untuk membangun gedung yang hancur pada operasi sebelumnya.
Meski begitu, pendanaan Gaza bukan hanya masalah uang semata. Permainan politik yang melibatkan Hamas sebagai penguasa Gaza sejak 2007 menjadi hambatan bagi para donor. Mereka harus memastikan bahwa bantuan yang diberikan tidak mendukung aktivitas militer Hamas.
Blokade Gaza selama 16 tahun oleh Israel dan Mesir, bersama dengan pengabaian oleh Hamas, telah membuat ekonomi Gaza hancur. Sekitar 80 persen penduduk Gaza mengandalkan bantuan pada 2022 menurut PBB.
Sejumlah kontroversi terkait rekonstruksi Gaza termasuk peran UNRWA, yang diinginkan dihapus oleh pemerintah Israel, dan Mekanisme Rekonstruksi Gaza (GRM) yang terlalu rumit, birokratis, dan mendatangkan penundaan.
Kini, dengan meningkatnya kehancuran, banyak pertanyaan belum terjawab. Beberapa laporan menunjukkan kemungkinan dukungan dari UEA, tetapi dengan syarat solusi dua negara. Namun, solusi jangka panjang belum tampak, dan beberapa ahli memprediksi hanya ada pengaturan sementara dalam waktu dekat. Pendanaan Gaza bukan hanya masalah uang, melainkan juga permasalahan politik yang kompleks.