Toyota Indonesia merespons beroperasinya Green Hydrogen Plant (GHP) pertama di Indonesia di wilayah PLTGU Muara Karang. GHP ini mampu menghasilkan 51 ton hidrogen hijau per tahun, dan sekitar 43 ton dianggap cukup untuk mendorong 147 mobil yang masing-masing dapat menempuh jarak 100 km setiap harinya.
Bob Azam, Wakil Presiden Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), menyatakan bahwa mereka melihat perkembangan yang signifikan dalam penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar transportasi masih membutuhkan waktu yang lama di Indonesia. Sementara itu, penggunaan hidrogen untuk sektor industri tampaknya lebih mudah dilakukan.
Meskipun demikian, diluncurkannya GHP ini menandai awal munculnya ekosistem kendaraan berbahan bakar hidrogen di dalam negeri. Toyota tetap menantikan regulasi yang mengatur penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar transportasi.
Bob menjelaskan, “Saat ini belum ada regulasi atau standar yang ada. Ini akan menjadi tantangan di masa depan. Bila dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand, meskipun mereka juga belum memiliki standar, mereka sudah memiliki rencana pengembangan.”
Menurut Bob, Toyota mengapresiasi langkah-langkah dalam menjawab tantangan transisi energi menuju emisi nol pada tahun 2060. Ia menekankan bahwa transisi energi dapat menjadi kunci kesuksesan dalam mengurangi emisi karbon di Indonesia pada tahun 2060.
Dalam mendukung transisi energi, tersedia berbagai strategi multi-pathway, termasuk pemanfaatan mobil rendah emisi seperti biodiesel, ethanol, hybrid, hidrogen, dan kendaraan listrik (BEV). Bob menjelaskan bahwa teknologi otomotif terus berkembang, termasuk pengembangan teknologi hidrogen dan BEV, yang juga menuju produksi lokal.
Hidrogen hijau yang dihasilkan oleh PLN dari sumber energi terbarukan merupakan bahan bakar yang dianggap ramah lingkungan. Hidrogen ini diproduksi dengan menggunakan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di area PLTGU Muara Karang. Selain itu, hidrogen hijau juga dibeli melalui Renewable Energy Certificate (REC) yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang.
Bahan bakar hidrogen ini dapat digunakan dalam berbagai sektor, termasuk transportasi dan industri seperti pembuatan baja, produksi beton, pembuatan bahan kimia, dan pupuk.
Namun demikian, Bob menyadari bahwa pemanfaatan hidrogen hijau dalam transportasi masih jauh dari optimal karena regulasi yang belum ada, biaya produksi yang tinggi, serta masalah ketersediaan stasiun pengisian hidrogen. Selain itu, harga mobil yang menggunakan hidrogen hijau masih relatif tinggi.
Bob menekankan bahwa penggunaan hidrogen harus berlangsung secara bertahap. Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk terlebih dahulu memanfaatkan bahan bakar “grey hydrogen.” Meskipun menggunakan minyak fosil, bahan bakar ini diklaim menghasilkan emisi gas buang yang lebih rendah daripada bahan bakar fosil yang saat ini tersedia.
Terkait dengan jenis hidrogen, ada tiga tipe: grey hydrogen, blue hydrogen, dan green hydrogen. Grey hydrogen dihasilkan dari bahan bakar fosil seperti gas alam dan batu bara, menghasilkan emisi CO2 ke atmosfer. Blue hydrogen juga dihasilkan dari bahan baku yang sama dengan grey hydrogen, tetapi emisi CO2-nya disimpan dalam tanah. Sementara green hydrogen merupakan energi hidrogen yang paling bersih, diproduksi melalui elektrolisis dengan energi terbarukan seperti air, angin, atau cahaya matahari, dan tidak menghasilkan emisi gas karbon.