Warak Ngendog Kota Semarang menjadi mainan anak-anak yang cukup popular dikalangan anak-anak Jawa Tengah dan sekitarnya. Mainan Warak Ngendok lazim dijual di pasar malam di Semarang pada saat bulan suci Ramadan.
Dikutip dari berbagai sumber, Warak Ngendok pertama kali dikenalkan dalam tradisi Dugderan pada 1880-an sebagai simbol multikultural asli masyarakat Kota Semarang Jawa Tengah.
Warak Ngendog berwujud hewan berkaki empat dengan leher panjang berbulu keriting. Warak Ngendok sendiri berwarna merah, putih, kuning hijau dengan sudut-sudut tubuh dan memiliki kepala yang lurus.
Siapa sangka, mainan unik khas ini menyimpan legenda asal muasal Kota Semarang, Jawa Tengah. Tidak banyak orang yang tahu bahwa Warak Ngendog dulu dikenal sebagai hewan mitologi yang sakti oleh warga Semarang. Wujudnya merupakan perpaduan antara kambing, naga, dan burak.
Wujud Warak Ngendok dimaknai oleh masyarakat Kota Semarang mempresentasikan simbol budaya tiga etnis warga, yaitu etnis Jawa melalui wujud badan kambing, etnis Arab melalui perupaan leher unta, dan etnis Cina melalui perupaan kepala naga.
Berasal dari 2 Kata
Nama Warak Ngendog berasal dari dua kata, yakni warak yang berasal dari bahasa Arab “Wara’I” yang berarti suci. Sedangkan ngendog dalam bahasa Jawa artinya bertelur. Dua kata tersebut kemudian diartikan oleh masyarakat kota Semarang sebagai siapa saja yang bisa menjaga kesucian di bulan Ramadan kelak di akhir bulan akan mendapatkan pahala.
Mitologi Warak Ngendog sendiri sudah berkembang sejak awal mula berdirinya Kota Semarang oleh Ki Ageng Pandan Arang. Ki Ageng Pandan Arang atau yang lebih dikenal dengan sebutan Raden Pandanaran menggunakan kebudayaan-kebudayaan lokal untuk mengajarkan agama islam kepada masyarakat setempat.
Warak Ngendog menjadi salah satu media Ki Ageng Pandan Arang pada zaman itu untuk mengajarkan ajaran agama Islam. Sejak saat itu Warak Ngendok menjadi salah satu bagian dari cerita mitologi Semarang Jawa Tengah hingga sampai dengan saat ini.